“Bagaimana caranya aku dapat
melupakan wajahnya? Ia selalu terpatri dalam ingatanku paling dalam.” Tanyaku
pada sahabat baikku. Ia menengadahkan kepalanya menanggapi ucapanku yang
tiba-tiba. Sebagai jawaban ia mengerutkan keningnya.
“Sudah kau buang semua
barang-barang pemberiannya?”
Aku mengangguk, “Malah aku
sumbangkan ke panti asuhan agar tidak mubazir dengan berakhir di tong sampah.”
“Sudah menghapus nomor ponsel,
email serta pertemanan kalian di sosial media?”
Lagi-lagi aku mengangguk.
“Kalau begitu kau harus melupakan
satu-satunya kenangan dari dirinya yang begitu membekas.”
“Tapi apa? Wajahnya yang tampan
membuat aku enggan berpaling dari dirinya.”
“Kalau begitu kau harus menghapus
ingatan akan wajahnya itu. Tidak baik bagimu larut dalam cinta yang
membutakan.”
“Kau tahu caranya?”
Kali ini ia mengangguk,
“Datanglah besok ke ruang bawah tanah. Akan aku tunjukan caranya.”
***
Sesuai ucapannya, aku datang ke
ruang bawah tanah. Aku cium bau amis yang menyengat hidungku.
Ku lihat ada sosok asing duduk
tergeletak tidak berdaya di sudut ruangan, cahaya lampu yang temaram
menyamarkan siapa dirinya.
“Ku persembahkan padamu, kenangan
terakhir yang ingin kau lupakan.”
Aku melihat ke arah wadah kaca
yang berisi lembaran kulit. Bukan kulit, melainkan wajah. Itu adalah kulit
wajah yang dikupas.
Aku terperangah.
“Dia masih hidup.” Ucapnya.
“Kalau begitu aku ingin seluruh
tubuhnya dikuliti.” Cengirku.
END
Tulisan ini di ikut sertakan pada #CERMIN di akun twitter @bentangpustaka
jumlah 200 kata, tidak termasuk judul
Aihh.. Quite Sadistic.. Aku juga sulit melupakan wajahmu.. Ahahaha.. Salam kenal.. :)
BalasHapus