Mendesah nafas perlahan, gadis itu melirik jam tangannya.
Sudah 45 menit ia menunggu Ayahnya untuk menjemput di parkiran Bandar Udara
Internasional Sultan Iskandar Muda, di Kota Banda Aceh. Berkali-kali ia mencoba
menghubungi ayahnya pun tidak ada jawaban. Hatinya mendongkol. Kaki pegal,
badan kaku dan koper berat yang daritadi setia menjadi tempat perlabuhan tubuh
gadis mungil itu. Malam pun makin kian larut
Sebuah taksi bewarna kuning cerah berhenti tepat di depan
gadis itu.
Supir taksi itu melongokan kepalanya dari jendela penumpang
yang dibiarkan setengah terbuka.
“Mau pulang Mba?” Tanya supir taksi itu
Gadis itu mempertimbangkan tawaran taksi tersebut.
Diliriknya jam, sudah menunjukan pukul 10 malam. Ponselnya pun masih sepi dari
panggilan masuk ataupun pesan singkat.
“Boleh dech Mas. Angkat barang-barang saya ya.”
Gadis itu duduk di kursi belakang penumpang. Sambil menunggu
sang supir memasukan barang-barangnya, ia mengirimkan SMS pada ayahnya.
“Pa. Dara
udah di jalan mau pulang. Habis nunggu Papa lama!.” SEND
Bertepatan dengan terkirimnya pesan itu, supir pun mengambil
alih kemudi yang sempat kosong.
“Kemana Mba?”
“Keutapang ya, Asrama Gabungan.”
Supir mengangguk.
“Wah Mba anak Tentara ya?” Supir memulai percakapan
“Kok tau?”
“Ya tau lah Mba. Asrama Gabungan itu komplek perumahan
tentara.”
Dara mengangguk mengerti. Ia memang lahir di Banda Aceh tapi
ia sudah menghabiskan waktu 24 tahun di Kota Jakarta.
“Saya dulu pernah di tolong sama tentara, Mba. Pas ada
beberapa preman yang coba mencegat taksi saya.”
“Eh masa sich? Saya pikir Aceh aman-aman aja. Tidak seperti
di kota besar.” Imbuh Dara
“Kalau di bandingkan dengan kota besar, Aceh memang masih
jauh lebih aman Mba.” Ia tertawa, “Tapi kalau perut lagi lapar, orang baik mah
bisa jadi rampok juga, Mba.”
Gadis itu meng-iyakan kata supir itu.
Dara tiba di depan sebuah pagar besi yang di cat hijau.
Masih tidak berubah, pikirnya.
“Ma! Pa!” Dara menggedor pintu
“Udah Mas, disitu aja taruh kopernya. Nanti Ayah saya aja
yang angkat.”
“Sudah tugas saya Mba.”
Dara tersenyum. Membiarkan supir itu menurunkan semua
barangnya.
“Dara!” Pekik Wanita paruh baya itu, “Kangen sekali Mama
sama kamu. Pulang pakai apa kamu?”
“Taksi, habis Papa lama sich Ma.”
“Taksi?”
“Iya.”
Belum habis lagi rasa heran sang Mama, mobil sedan tua milik
Papanya masuk garasi.
“Kamu pulang lewat jalan mana? Papa udah setengah jalan saat
SMS kamu masuk.”
“Lha, Dara mana ingat lagi Pa jalannya. Dara pulang pakai
taksi kok. Jadi terserah supirnya aja lewat jalan mana.”
“Taksi?”
“Papa, Mama kenapa? Mama juga pasang ekspresi gitu juga.”
“Sudah 10 tahun taksi dihilangkan dari Aceh. Bahkan di
Bandara pun hanya diperbolehkan mobil rental.”
“Ah Papa nakutin Dara ya. Itu supir taksinya lagi nunggu
bayaran di depan.” Dara menunjuk ke arah gerbang rumahnya.
Kosong
“Dara..” Ucap Papanya perlahan. “Tidak ada Taksi disini.
Tidak pernah ada lagi saat seorang supir taksi ditemukan tewas di jalanan sepi
seputaran Bandara.”
Deg
“Saya dulu pernah
di tolong sama tentara, Mba. Pas ada beberapa preman yang coba mencegat taksi
saya.”
***
Waduh!!
BalasHapusHoror...
hehe makasih kak udah mampir dan ninggalin komen (^.^)
Hapus