Rasanya
pagi ini ada sesuatu yang berbeda. Gadis itu terbangun dari tidur lelapnya dan
mengucek matanya perlahan. Matanya ia sipitkan untuk mengamati objek yang ada
di kamar kecilnya itu.
Ia
berjalan menyusuri kamarnya dan melewati koridor lantai dua.
“Bunda!” Panggilnya
Tidak
ada jawaban.
Gadis
itu mengamati matahari pagi yang sudah mengintip menyilaukan. Gadis itu yakin
kalau sekarang pastilah pukul 7 pagi. Tapi kenapa rasanya sepi sekali?
“Bunda!”
Panggilnya lagi, kali ini ia melongokan kepalanya ke dalam dapur, “Kenapa gak
bangunin Dara sih Bun?”
Dapur
kosong. Tidak ada susu, roti, jus atau pun bekal yang telah disiapkan Bunda
seperti hari biasanya.
Gadis
bernama Dara itu tertegun di tempat ia berdiri. Rasa gelisah merayapi kakinya
hingga ia sulit berdiri. Tapi langkahnya tetap ia arahkan ke kamar orang yang
biasanya bangun paling telat. Kakaknya, Jona Saputra.
“Kak!”
Dara mengetuk pintu. Tidak ada jawaban. “Dara masuk ya.”
Gadis
itu membuka pintu kamar dengan pelan. Kepalanya ia julurkan untuk melihat kedalam
kamar itu.
“Kok
gelap?” Bisiknya, “Kakak belum bangun?” Tetap tidak ada jawaban juga.
Dara
melangkah ke arah gundukan yang diselimuti selimut. Dadanya bergemuruh kencang,
ia merasa seperti berada di dalam film horor.
Ditariknya
selimut itu dengan sekali tarikan.
Dara
terkesiap menahan nafas.
Sebuah
guling diletakan di atas kasur.
Kali
ini gadis berusia 15 tahun itu benar-benar ketakutan. Ia berlari dari kamar
kakaknya dan menuju pintu depan.
“Bunda!”
“Kakak!”
Lagi-lagi
kesunyian menyambut gadis itu. Jalanan kecil di depan rumahnya sangat langgeng.
Tidak ada anak sekolah yang lewat, ojek, tukang sayur bahkan Mbok Jamu yang
menjadi langganan Bundanya.
Gadis
itu berlari ke dalam rumahnya. Mencoba memahami apa yang terjadi.
Ia
berlari menaiki tangga, memeriksa kamar Bundanya. Mungkin Bunda belum bangun,
pikir gadis itu.
Dara
sudah setengah berlari ke tangga ketika melihat sesuatu yang begitu membuatnya
terperanjat. Foto keluarga berbingkai kayu bercat coklat yang tergantung di
sisi tangga berhasil membuat Dara terpaku.
Ayah,
Bunda, dan Kakak.
Dara
mengedarkan pandangan ke arah bingkai foto yang dipajang seluruh dinding rumah.
Ayah,
Bunda dan Kakak.
Tidak
ada dirinya sama sekali dalam foto itu.
Apa
maksud dari semua ini?
Mata
gadis itu berkunang. Susuran tangga tidak dapat ia lihat lagi dengan benar.
Rasanya segala sesuatu disekitarnya mendadak gelap.Yang ia ingat terakhir kali
adalah ketika langit-langit rumahnya berputar di atas kepalanya, dan pikiraanya
saat itu adalah tubuhnya sudah siap menerima hempasan di anak tangga.
Tapi
tidak ada apapun yang ia rasakan.
Ia
hanya terjatuh ke dalam sebuah jurang hitam yang tidak memiliki dasar.
“Aku
ingin ini hanya mimpi.” Bisiknya.
***
“Dara
bangun!”
Gadis
yang bernama Dara itu tersentak dari atas sajadah. Ia memandangi dirinya masih
mengenakan mukena lengkap.
Ia
bermimpi.
Wanita
itu berkacak pinggang memandangi putri bungsunya itu.
“Udah
Bunda bilang berkali-kali jangan tidur lagi setelah shalat shubuh.” Omel
Bundanya, “Lihat itu matahari udah hampir nongol dan kamu belum siap-siap ke
sekolah. Mau jadi apa anak gadis bangun telat kayak kamu hah?”
“Bunda
omelin Dara sampe malam, gak pa-pa kok Bun.” Sahut anaknya
Ia
serius. Ia tidak keberatan dirinya kena omelan Bundanya.
Selama
ini nyata.
END
Bagus :D
BalasHapus"Jalanan kecil di depan rumahnya sangat langgeng." << lengang mungkin ya, maksudnya :D
Makasih yah udah ikutan :)
Eh iya kak? Salah ketik berarti ... Maklum ngetik malam-malam kak
HapusMakasih udah mampir ya kak (^.^)
Dara memang anak yang berbakti pada orang tua :)
BalasHapusSemoga lolos flashfictionnya :)
terima kasih Fikri Maulana :)
Hapus