“Semalam aku bermimpi tentang dia
lagi.” Ucapku lemas pada sahabatku yang sedang serius mengamati wajahku.
Anehnya matanya berbinar, “Sudah
kuduga!” ia berseru girang. “Aku sudah tebak dari dulu kalau kau memang
mencintainya.”
“Berapa kali harus aku katakan
padamu, aku tidak mencintainya.”
“Tapi mimpi itu?”
“Mimpi itu hanya sekedar mimpi.”
“Ayolah Dara, akui saja kau
mencintainya.”
Aku terdiam memandang sahabatku
yang manis ini. Matanya berbinar ketika aku menceritakan mimpi yang selalu sama
mampir disetiap tidurku.
“Kalau ini memang cinta, aku
tidak bisa mencintainya.” Ucapku sedih, mengalihkan pandangan mataku dari
dirinya dan menatap ke luar jendela.
“Kenapa tidak bisa?” Seperti
biasa, ia selalu saja ngotot untuk menemukan jawaban dari bibirku.
“Karena cinta ini akan berubah
dosa.”
“Cinta tidak pernah berdosa.
Orang yang tidak pandai menahan nafsu itu yang membuat cinta itu berubah
menjadi dosa.”
Aku menggeleng lemah. Sahabatku
pun berubah dewasa ketika membicarakan cinta.
“Tapi untukku cinta ini adalah
suatu dosa.”
Dia jengah. Memandangku sebal dan
menarik tubuhku hingga pandangan kami beradu.
“Katakan satu alasan yang kuat
kenapa mencintainya adalah dosa.”
Aku ingin berpaling dari manik
matanya yang coklat itu. Mata teduh yang selalu aku jadikan sandaran ketika
menghadapi masalah.
“Karena aku adalah wanita yang
sudah menikah.”
***
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan kesanmu ketika berkunjung