Langsung ke konten utama

[Cerpen] Jalan Kerikil


Rumahku berada paling ujung jalan. Sebuah rumah sederhana yang terletak di pedesaan, sehingga jalan di depan rumah masih tanah. Kalau hujan turun, pasti becek sekali dan membuat kendaraan susah masuk atau keluar karena licin. Beberapa kali aku pernah jatuh menggunakan sepeda motor.

Sudah beberapa kali ayahku melaporkan hal tersebut kepada kepala desa, tapi beliau selalu mengatakan akan diusahakan. Maksudnya diusahakan untuk bicara pada pejabat yang lebih berwenang. Tapi tahun terus berlalu jalan kecil depan rumahku tetap saja tanah, padahal di beberapa tempat jalan mereka sudah di aspal.

Mungkin karena sudah banyak keluhan, akhirnya suatu pagi aku bangun dengan jalanan yang sudah di penuhi pasir berkerikil besar. Gunanya untuk mengurangi becek. Ampuh memang untuk mengurangi becek, tapi masalah barunya adalah membuat ban sepeda motor menjadi gampang selip. Bukannya menyelesaikan masalah malah menambah masalah. Karena takut jatuh, akhirnya aku jengkel dan aku selalu mendorong sepeda motorku. Maklum memakai seragam sekolah dengan membawa motor di jalan yang berpasir membuat jantung dag dig dug tidak karuan.

Beberapa hari ini aku pulang agak menjelang magrib. Dikarenakan tugas sekolah yang wajib diselesaikan hari itu juga serta les untuk persiapan ujian. Capek memang, tapi untungnya orang tuaku pengertian. Memberikan izin untuk naik sepeda motor seorang diri tanpa perlu antar jemput. Karena kalau antar jemput akan sangat merepotkan bila aku harus pergi ke warung fotocopy-an.

Nah disinilah awal mulanya aku mengalami kejadian aneh.

Hari itu hari senin. Seperti biasa aku pulang sore menjelang magrib. Senja udah mengantung rendah dilangit seperti sedang merengkuh aku untuk cepat kembali. Tibalah di jalanan berkerikil itu. Aku turun dari motor dan mendorongnya. Sebenarnya kesal. Aku capek baru pulang dari sekolah dan belum mandi, lalu sampai di jalan kecil ini aku harus turun dan mendorong sepeda motor. Jalanan sudah sepi, tidak ada orang lagi yang berada diluar, karena adzan magrib akan segera berkumandang.

Aku dengan mantap terus mendorong sepeda motor dengan pelan. Karena sudah biasa sepeda motor itu tidak begitu berat lagi. Tiba-tiba aku mendengar suara kerikil yang bergesekan. Pelan Cuma terasa jelas sekali karena suasana sepi. Aku hentikan langkahku melihat sesuatu di belakangku.

Kosong.

Tiba-tiba bulu kudukku merinding. Bunda dulu pernah memberi tahu anak gadis jangan pulang menjelang magrib. Tapi karena kupikir itu hanya cara orang tua menakuti anak-anaknya, aku tidak pernah mengubris nasehat bunda.

Aku melanjutkan perjalanan. Tidak jauh lagi, satu meter lagi dari tempatku berdiri sekarang adalah halaman rumahku. Aku berjalan lagi dan aku mendadak oleng.

Hup!

Seseorang langsung menahan punggungku dan membantu memegang sepeda motorku yang sudah miring ke kiri. Aku hampir menjerit, melihat sosok anak laki-laki yang tampan. Tapi tampannya misterius, ada kantung mata di wajahnya yang putih itu. Tapi demi sikap sopan, aku hanya tersenyum kecut bercampur takut.

“Te terima kasih.” Gagapku.

Dia hanya mengangguk.

Lalu aku pergi dan tidak ingin menoleh lagi kebelakang. Suara kerikil yang bergesekan tetap terdengar hingga aku sampai di halaman rumah.

***

Jadwal pulangku masih sama seperti kemarin. Menjelang magrib. Tapi mengingat kejadian kemarin aku makin gelisah ketika harus memasuki jalan berkerikil itu. Kutarik nafas dan kuhembuskan perlahan. Maksudnya agar jantungku berdetak lebih pelan.  Seperti biasa aku turun dari motor dan mendorongnya kembali.

Sepi sekali.

Bahkan aku bisa mendengar suara serangga yang berdengung dari kejauhan. Lampu jalanan pun belum menyala. Oke suasana ini berhasil membuat siapapun tidak nyaman.
Aku percepat langkahku,  sehingga kerikil di jalanan yang aku pijak menjadi berisik. Suara kerikil beradu bergema di kesunyian yang mencengkam ini. Aku sadar, ini bukan gema dari kerikil yang aku pijak, melainkan ada orang lain dibelakangku.

Wushh!!

Angin dingin mendadak berhembus. Aku mempercepat langkahku.

“Tolong jangan ganggu aku! Tolong jangan ganggu aku!” kalimat yang terus aku rapalkan dalam kesunyian yang mengerikan ini.

Aku mempercepat jalanku. Motor yang di tanganku tidak bisa kulepaskan. Terasa menempel di telapak tangan ini. Hingga dengan terpaksa kudorong sekuat tenaga.

Kerikil yang bergesekan di belakangku makin kencang juga, seolah mengikuti irama langkah kakiku. Aku tidak kuat terus berjalan cepat seperti ini. Rumahku padahal sudah di depan sana. Sedikit lagi aku akan aman berada di halaman rumah tanpa harus mendengar suara kerikil mengerikan.

“Bunda!” Seruku saat aku melihat wanita paruh baya itu bersandar pada pagar rumah kami.

Betapa bahagianya aku saat melihat bunda ada disana. Tapi tumben sekali bunda menungguku. Apa mungkin hari ini aku terlalu pulang larut?

Kulirik jam tanganku. Jam tanganku mati di angka 6 lewat 30 menit. Aneh padahal baru beberapa hari lalu aku mengganti baterainya. Kini ada bunda di sana yang menantiku, aku berani menoleh kebelakang. Mencari tahu siapa orang yang mengikutiku.

Waktu berhenti.

Aku terpaku saat melihat sosok itu. Dia adalah laki-laki yang kemarin, tapi bukan itu yang membuat kepalaku terasa berputar. Tapi sosok disampingnya yang membuat aku lemas. Motor yang aku pegang terjatuh dengan bunyi krakk mengerikan ketika body motor menyentuh kerikil tajam.

“Tidak!” Jeritku

“Kemarilah Kayla.” Bisik laki-laki itu halus.

“PERGI!” Jeritku. Tapi jeritanku tidak bergema di kesunyian itu. Hanya kudengar isak tangis seorang wanita. Kutolehkan kepalaku dan melihat bunda menangis sambil berjongkok di tanah.

Aku berlari. Bunyi kerikil yang aku pijak membuat bunda mengalihkan matanya kepadaku. Matanya sendu sekali. Seperti sudah menangis terlalu lama.

“Bunda tolong Kayla, bunda!” Tangisku yang menjadi. Aku sembunyi di belakang bunda dan mengintip kearah laki-laki beserta seseorang yang di sampingnya.

“Kemarilah Kayla.” Langkahnya pelan menimbulkan kesan horor bagiku. Aku makin mengeratkan peganganku pada pakaian bunda.

Laki-laki itu berhenti di depan bunda. Ia memandang bunda dengan tatapan paling sedih yang pernah aku lihat selama hidupku.

“Apakah dia disini?” Tanya bunda

Laki-laki itu mengangguk dan menunjuk ke arahku, hingga bunda pun berbalik dan melihat kearah yang ditunjuk oleh jarinya.

Aku makin tidak mengerti.

“Bunda?” Aku mengeraskan peganganku “Bunda kenal orang ini? Siapa dia bunda?”

Tapi tatapan bunda padaku makin menyayat hatiku. Selama ini aku tidak pernah membantah perkataan bunda. Aku menyayangi bunda seperti bunda menyayangiku. Tapi melihat pemandangan ini membuat aku makin ingin menjerit. Ingin berteriak kepada bunda.

“Bisakah dia tinggal?” Bunda bertanya pada laki-laki itu.

“Tidak. Dia sudah terlalu lama berada disini.”

Tangis bunda makin pecah. Melolong mengerikan di antara adzan magrib yang sedang berkumandang.

Tangan laki-laki itu bergerak ke arahku. Ia mengulurkan tangannya agar aku mau menyambutnya.

Aku tidak sudi.

Lalu aku tahu peranan orang yang berada di sampingnya. Ia berjalan mendekatiku dan meraih tanganku yang masih memegang pakaian bunda. Tiba-tiba saja tanganku lemah dan layu. Mendadak transparan tidak berwujud. Aku mencoba menyentuh bunda tapi yang ada tanganku melewatinya.

Kupadang kedua tanganku.

“Apa ini?” aku berpaling kepada sosok itu. “APA YANG KAU LAKUKAN PADAKU?” Teriaku sekencang mungkin. Aku berharap ayah mendengar teriakanku lalu akan datang dan menolong kami berdua.

“Kau harus ikut kembali bersamaku Kayla.” Suaranya teduh, dan jernih. Hingga beberapa saat aku terpesona mendengarnya.

“Siapa kau sebenarnya?”

“Aku adalah dirimu. Kau sudah tidak ada di dunia ini. Kau ilusi yang terbentuk dari rasa rindu jasadku kepada rumah.”

“Jasad? Maksudmu?” aku mulai gemertaran

“Kau sudah mati. Aku sudah mati. Kita berdua mati, Kayla.”

“BOHONG!”

“Aku ingat aku kesekolah. Aku ingat aku naik motor dan selalu mendorongnya di jalanan brengsek ini. Jalan kerikil yang pernah membuatku jatuh

“Pernah membuatmu jatuh dan kepalamu terantuk batu tajam yang ada di pinggir jalan. Nyawamu tidak selamat. Kau hanya mengulang memoriku selama hidup.”

Aku berlari pada bunda, “Bunda, tolong Kayla bun.” Tangisku bercampur dengan tangisan bunda. Ia tidak menatap ke arahku sama sekali. Ini membuktikan semua yang dikatakan oleh sosok itu benar. Aku meraung mencakar wajahku, jatuh berlutut di atas kerikil tajam dan tidak merasakan apa-apa ketika kerikil itu menyentuh lututku.

Sosok itu mengambil kesempatan itu untuk menuntunku ke arah cahaya yang sedang menunggu mereka di ujung jalan sana. Aku tertatih dan terisak dalam pelukan sosok itu. Ketika kami berdua telah sampai di gerbang cahaya itu, aku menoleh kebelakang. Kulihat laki-laki tampan itu tetap berdiri di hadapan ibuku.

“Kenapa ia tidak ikut?” aku bertanya

Sosok disampingku itu hanya tersenyum. Menuntunku ke gerbang cahaya yang hampir menutup.

“Kenapa tidak di jawab?” Nada suara kutinggikan. Aku pun mencoba melepaskan pelukannya dari bahuku.

Saat gerbang cahaya hendak menutup sempurna, sosok di sampingku tertawa. Tawa mengerikan yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Aku kaget dan berontak ingin pergi.

Tapi yang sempat kulihat adalah laki-laki itu bertranformasi menjadi sosok gadis remaja dengan seragam sekolah yang dulu sering aku gunakan.

Gerbang cahaya hanya tersisa sedikit lagi, tapi aku sempat melihat dia memeluk ibuku dan menghilang dari balik pagar.

Gerbang tertutup sempurna.

Aku berpaling pada sosok disampingku. Matanya berubah merah dan tangannya yang daritadi menahanku ia lepaskan. Tawanya bergema di dalam ruang hampa tanpa pijakan ini. Aku dan dia melayang-layang tidak tentu arah. Aura dingin menyelimuti aku yang sudah kalah.

“Ia masih punya tugas untuk membawa adik-adikmu yang lain kemari.”

Sekali lagi ia tertawa.

Tawa yang tidak pernah aku lupakan sampai aku mati.

***

END


Komentar

Postingan populer dari blog ini

[SINOPSIS] Spring In London - Ilana Tan

Judul : Spring In London Pengarang : Ilana Tan Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Jumlah Halaman : 238 halaman  Cetakan : kesepuluh Agustus 2011 Naomi menelan ludah dengan susah payah. Air mata mulai membayang dimatanya.  “Sekarang kau tidak akan bisa lagi memandang ku tanpa memikirkan apa yang pernah terjadi antara aku dan kakakmu.” “Tidak ... itu tidak benar.” “Dan aku tidak bisa memandangmu tanpa teringat pada kakakmu dan apa yang pernah dilakukannya padaku.” Kata-kata yang diucapkan dengan tajam dan jelas itu menghujam jantung Danny. Dadanya terasa sakit dan sekujur tubuhnya lumpuh. Ia menantap Naomi tanpa berkedip, tanpa bernapas. Ia membuka mulut, namun tidak ada suara yang keluar. Naomi Ishida adalah gadis keturunan Indonesia – Jepang, dan dia merupakan saudara kembar Keiko Ishida (baca Winter in Tokyo). Berbeda dengan Keiko, Naomi memilih karir sebagai seorang model dan menetap di London. Karirnya sebagai model sangat sukses sehingga setiap pemotret

[SINOPSIS] Detektif Conan 70

Dapat juga komik kesukaanku ini di toko buku, padahal jatah terbitnya itu tanggal 30 november kemarin, tapi di toko buku Banda Aceh baru adanya sekarang. Tapi peduli amat lah, amat aja gk begitu peduli, nah Lho ...!!?? Tapi whatever lah, yang pasti komik ini udah ada ditangan, jadi kenapa harus pusing (^0^). Dan seperti biasa aku juga mau ngeringkas sedikit isi komik  Detektif Conan 70, check it out >>>

Book Review: Damn! It's You - Pelangi Tri Saki

Semua Orang Punya Masalah, Tapi Tidak Semua Orang Mampu Menyelesaikannya Judul Buku: Damn! It’s You! Penulis: Pelangi Tri Saki Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama Cetakan ke-1: Januari 2017 Tebal: 232 halaman ISBN: 978-602-03-3661-9 Tidak dipungkiri, banyak sekali penulis-penulis muda yang terlahir dari akun kepenulisan, wattpad. Salah satunya adalah karya pertama Pelangi Tri Saki diterbitkan Gramedia dengan judul Damn! It’s You yang merupakan seri kedua ‘You’. Tulisan yang khas remaja dan banyak menyelipkan percakapan lucu khas anak-anak SMA membuat karyanya banyak dikenal. Setelah sukses dengan seri pertama Hey! You! Diharapkan novel kedua ini akan mengikuti jejak terdahulunya. Dengan mengambil kehidupan SMA, Saki mengajak pembaca untuk mengenal pasangan lucu yang kelakukannya berhasil mengocok perut pembaca. Nigi, seorang cewek yang terkesan tomboy dan cerewet tidak sengaja bertemu dengan Saba, cowok dengan muka datar tanpa ekspresi sama sekali. Diperpa