Aku bukan pengingat jalan yang baik. Hingga tugas yang diberikan ibu mertua terasa sangat mengancam pikiranku. Ingin kutolak, tapi takut ia tersinggung. Ingin kujelaskan alasannya takut ia berpikir aku hanya mengelak. Padahal jujur, aku akan bersedia mengantarkan barang titipannya, kemana pun juga, asal ada seseorang yang mau menemaniku. “Kamu harus sendiri!” Titahnya bagaikan Ibu Suri kerajaan di hadapanku. Kuambil alamat yang diletakan ibu di atas meja. Lalu aku melangkah keluar rumah dengan diikuti tatapannya. Aku berjalan mengikuti alamat pemberian ibu. Kutanya sana sini dan sering berakhir dengan gang buntu. Kulihat pemuda tampan yang sedang merokok di kedai kecil. Kuhampiri dan kutanya alamat ditanganku. “Mbak serius mau kesitu?” Aku mengangguk. Menjelaskan ibu mertuaku yang menyuruh. Dia ragu-ragu. Lalu akhirnya ─ dengan muka murung ─ ia menuntunku ke alamat tersebut. Ketika sampai disana, aku dipaksa melayani seorang tamu laki-laki. “Barang titipan
The where my two eyes finally rest