Kusilangkan kaki dan kubersandar pada
sofa biru sebuah mini cafe yang menjual ice cream. Kusendok kecil-kecil ice
cream dan menikmati sensasi dinginnya menyentuh dinding-dinding langit mulutku.
Pandanganku beralih pada pasangan mesra yang sedang memilih gaun di sebuah
butik ternama.
Aku tersenyum kecut. Potongan
ingatan-ingatan indah itu kembali lagi.
“Gimana kalau yang ini?” Dirimu menunjuk pada gaun hitam sebatas lutut.
“Kenapa hitam?” Aku bertanya dengan bibir kecut. Hampir seluruh koleksi
baju dan gaunku berwarna hitam, kalau tidak hitam pasti agak gelap.
“Kamu terlihat cantik dengan warna hitam.” Ia berkata sambil mengusap
pipiku dengan lembut.
Aku yakin pipiku merona memerah. Dan tanpa berdebat, aku memilih gaun
hitam itu.
Kusendok sekali lagi ice creamku.
Menjilati sendok sambil memandang lurus ke arah pasangan tersebut.
Wanita itu terlihat terengah-engah
ketika sang pria berjalan begitu cepat hingga wanita itu ketinggalan. Sang
wanita menarik ujung kemeja miliknya dan laki-laki itu tersenyum. Wanita
merajuk dan memukul pelan kekasihnya. Sang kekasih tertawa tergelak dan
mengandeng lengan wanita itu.
Lagi-lagi, aku tersenyum kecut.
“Ryan!” Pekikku, saat mengejar lelaki jangkung itu. Sepatu high heels-ku telah membuat langkah kakiku terasa berat.
“Eh ketinggalan rupanya,” Dia tertawa tanpa rasa bersalah
“Kamu cepat banget jalannya.” Aku kehabisan nafas, padahal aku hanya
berlari kecil dengan jarak dekat. Tak sampai semeter pun, aku rasa.
“Kamu yang kelamaan.” Ia menyentil dahiku pelan, “Lagian buat apa kamu
pakai sepatu itu kalau tidak nyaman?” Dia memandang kakiku yang kelihatan
bengkak dan lecet.
“Habisnya, kalau tidak pakai ini aku bakal kelihatan pendek pendek banget
dekat-dekat kamu.”
Dia tersenyum. Lalu menarikku ke sebuah toko sandal dan mendudukan di
sofa rendah.
“Duduk diam disini!” Perintahnya. Aku hanya terdiam memandangi dirinya
mengelilingi toko sepatu.
Saat ia kembali, ia memegang sebuah flat shoes.
“Pakai ini, dan simpan sepatumu itu.”
“Tapi─” Aku protes,
Sebelum aku sempat melanjutkan kalimatku, ia sudah melepas sepatuku dan
memijatnya sebentar. Mengeluarkan plester luka dari dalam dompetnya dan
menempel di luka kakiku. Setelah itu, ia memakaikan flat shoes yang ia pegang.
“Mulai sekarang, aku tidak mau melihatmu memakai sepatu yang tidak nyaman
itu. Apalagi kalau sedang bersamaku.”
Aku mengangguk. Perasaan hangat menjalar ke hatiku dan perihnya lecet
kakiku juga menghilang. Ia menggandeng tanganku dan beranjak keluar dari toko.
Dan sejak itu tidak pernah kusentuh lagi high heels.
Kupandangi kakiku yang kusilangkan.
Memandangi flat shoes yang dulu
pernah dia belikan. Entah kenapa memakai flat
shoes menjadi kebiasaan bagiku.
Aku tersenyum. Bukan senyum kecut
tapi senyum bahagia.
Kegiatan pasangan kekasih itu menarik
perhatianku lagi. Kali ini mereka sedang berjalan lambat-lambat. Aku tidak tahu
apa yang akan mereka lakukan, karena semua toko yang ada disana di lewati
begitu saja.
Ah!
Ternyata mereka memutuskan untuk
duduk istirahat dan mereka sepertinya tertarik melihatku yang memakan ice cream
dengan santai.
Langkah kaki mereka makin dekat, dan
wajah mereka makin terlihat jelas di mataku. Kuambil kacamata di sebelah novel
yang sedang aku baca dan memakainya kembali.
Hatiku mencelos.
Ternyata dia adalah Ryan, mantan
kekasihku dulu. Sekarang ia bersama orang lain. Mengandengnya mesra. Aku
membuang wajahku ke arah lain, tapi terlambat. Ia telanjur melihatku dan
mengalihkan pandangannya dariku.
Tiba-tiba saja ice cream di hadapanku
tidak menarik lagi. aku membereskan buku dan kumasukan dalam tas. Kukeluarkan
buntelan dari tasku.
Aku melepas flat shoes dan kukenakan high
heels dari buntelan tersebut. Setelah memastikan high heels itu cantik di kakiku, dengan badan tegak dan dagu terangkat
aku melangkah anggun di depan mejanya.
Aku tahu ia terpana melihatku.
Aku bukan gadis yang dulu menangis
darah demi cintanya. Kini aku berubah menjadi gadis yang lebih dewasa dan
cantik. Membuktikan kepada dirinya dan dunia, bahwa aku bisa menjalani hari
tanpanya.
Walau rindu sering menyelinap di
antaranya. Tapi kugunakan rindu itu sebagai pengingat bahwa ia tidak pantas
untukku.
***
END
Yes girl..i like what u did😉 no tears for that guy..mubazir
BalasHapusHehe ini icha ya
HapusMakasih cha udah mampir dan nyempetin komen.