Hujan sudah
berhenti dari beberapa jam yang lalu. Tapi dinginnya tetap begitu menggigit
hingga Ray tidak ingin beranjak dari selimut tebalnya dan cemilan dalam toples
yang isinya sudah kian menipis. Sambil mengunyah pelan-pelan cemilannya yang
sedikit lagi, ia teringat teman kos-nya,
Zack, sedang berada di luar
bersama Reina.
Ray dengan
semangat mengambil ponselnya dan menelpon sahabatnya.
Dering pertama
tidak di angkat.
Dering kedua
juga tidak di angkat.
“Damn!” umpat
Ray, “Angkat dong Zack.” Ucapnya pada ponsel yang ia genggam.
Dering ketiga
berbuah hasil, terdengar suara Zack yang mabuk dari seberang sana.
“Lo mabuk lagi?
.... Gila lo, bisa marah Pak Raden kalau liat lo pulang sambil mabuk ..... gue
mau nitip makanan yang hangat-hangat.... apa aja asal jangan alkohol, besok gue
ada ujian... oke gue tunggu ya. ... cepat!”
Suara Ray
terdengar ketus saat mengucapkan kata terakhir. Sifat Zack kalau sudah bersama
Reina bisa semalaman suntuk. Membuat Ray jengah harus bangun malam-malam untuk
membukan pintu baginya.
Belum habis
cemilan dalam toples, terdengar ketukan pintu. Ray berdiri dan angin dingin
menerobos kejam hingga membuat Ray bergidik.
“Nih makanan
buat lo.” Ia menyerahkan sekantung bakso dengan kuah kaldu yang masih panas.
Ray dengan
senang hati menerima bingkisan itu. Ia melongok sebentar kedalam kantung itu
dan menemukan beberapa potong gorengan di dalamnya. Ah Zack memang sangat
mengerti selera makan Ray.
“Gue mau mandi.”
“Thanks baksonya
Zack!” Teriak Ray ke arah kamar mandi.
Ray mengambil
mangkuk dan menuangnya. Menyelupkan gorengan bakwan dalam kuah bakso beserta
sambal yang dibungkus terpisah. Pelan-pelan ia bawa ke depan tv, memutar acara
yang bagus dan menikmati baksonya.
“Huaah!” Desah
Ray, “Nikmat banget hujan-hujan makan bakso. Si Zack kadang pintar banget di
suruh beli makanan.” Senyum-senyum Ray di depan tv.
Tetes terakhir
kuah bakso telah di singkirkan oleh Ray. Ia menjilat bibirnya bahagia dan
enggan bangun dari sofa empuknya walau hanya sekedar mengambil air minum.
“Zack, tolong
ambilkan minum dong.” Ia meminta tolong ketika melihat bayangan Zack dengan
menggunakan handuk masuk kekamar.
Tidak ada
sahutan.
“Zack!” Panggil
Ray sekali lagi.
Ray melongokan
kepalanya, berharap melihat Zack sudah selesai memakai baju dan mengambil air
untuknya. Tidak ada tanda-tanda Zack keluar dari kamar. Dan Ray menyimpulkan,
temannya itu sudah tidur.
Ray dengan
kemalasannya menjadi dilema antara bangun dari sofanya yang empuk atau
mengambil minum melepaskan dahaga akibat makan bakso panas. Setelah diputuskan,
dengan langkah terseok ia mengambil minuman untuk dirinya sendiri. Belum lagi
ia melangkah, suara ketukan pintu yang sangat menuntut minta di bukakan.
“Siapa?” Tanya
Ray
“Cepat buka Oi.
Gue mati kedinginan disini.” Omel orang asing itu.
Ray membuka
pintu tanpa waspada sama sekali. Tapi bukan orang asing yang harus ia takutkan,
tapi sosok yang berdiri di depannya. Dengan jaket menutupi tubuhnya, rambutnya
yang basah kuyup serta bibir pucatnya yang mengigil.
“Zack?” Kaget
Ray, “Sejak kapan lo di luar?”
Zack yang tidak
paham maksud Ray melangkah melewati sahabatnya dan menuju dispenser. Mengambil
air hangat dan meneguknya dengan rakus.
“Pertanyaan lo
bego banget.”
“Gue gak bego.
Lo udah pulang daritadi dan udah mandi lalu lo masuk kamar.” Ray bersikeras.
“Gue baru pulang
dari rumah Reina, dan gue kehujanan. Dan sorry gue gak sempat belikan lo
makanan.”
“Tapi─”
“Aduh Ray, udah
lah. Gua mati beku, mau mandi air hangat dulu.”
Ray bersikeras.
Ia menarik tangan Zack dan membawanya kedepan tv.
“Lihat. Lo beli
bakso buat gue.” Ia menunjuk mangkuk baso yang masih tersisa saos di dasar
mangkuk. Lalu Ray menarik Zack ke dalam kamar dan kamar itu kosong melompong.
Hanya ada
sehelai handuk putih besar teronggok tidak bernyawa di lantai.
***
END
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan kesanmu ketika berkunjung