Usia pacaranku
dengan Candra Putra masih terhitung baru. Aku bertemu dengannya karena
dikenalkan oleh sahabatku, Rena, yang sangat hobi mencomblangkan aku dengan
teman-teman abangnya. Ia mungkin menganggap serius ucapanku saat aku mengatakan
aku ingin punya pacar yang dewasa dan harus lebih tua dariku. Dan ia
benar-benar, pemburu yang handal. Semua laki-laki yang berusia dua atau tiga
tahun lebih tua dariku pasti akan ia kenalkan denganku.
Rena serius
mencomblangkan aku, karena ia tidak betah melihatku duduk di pojok seorang diri
dengan headset menyumbat kuping dan laptop di tangan, menikmati wifi gratis
kampus untuk mendownload secara ilegal konser SHINee yang di adakan di Tokyo
Dome. Katanya aku harus menikmati hidup dengan pria-pria dunia nyata, bukannya
dunia khayalan yang sulit di jangkau.
“Setidaknya
mereka adalah laki-laki yang tidak akan pernah mengecewakanku.” Itu kalimat
andalanku ketika Rena mulai berceramah.
Candra perfect. Maksudku bukan secara fisik.
Kalau secara fisik, aku pernah berpcaran dengan laki-laki yang lebih menarik
dari Candra. Akhirnya, tidak begitu menyenangkan. Aku memutuskannya karena ia
terlalu ingin tahu apa yang aku lakukan dan sedang bersama siapa. Aku bukan
mencari “Mama” kedua, sehingga aku tidak butuh laki-laki yang menanyakan
kabarku setiap menit dan mengingatkan aku makan setiap jam. Sungguh, aku tau
kapan harus makan.
Candra sangat
sesuai tipeku. Ia memiliki perawakan tinggi dengan berat badan yang ideal.
Tidak kurus dan tidak gemuk. Ia cukup kokoh dengan posturnya yang tinggi itu.
Sifat pendiamnya hanya kamuflase agar orang segan padanya. Aslinya ia begitu
humoris dan sering membuatku tertawa. Ia menunjukan perhatian dengan cara
berbeda. Tidak dengan mengirimku SMS berkali-kali. Ia sering menungguku di
halaman kampus, untuk menjemputku walaupun jam kuliahnya sendiri sudah selesai.
Intinya ia pacar yang sempurna untukku. Bahkan bersamanya, aku tidak sedetikpun
tertarik memandangi laki-laki lain yang jauh lebih baik darinya.
Sayangnya,
kesempurnaan itu bukan semua hal padanya aku sukai.
Aku sangat tidak
menyukai ia bergaul terlalu dekat dengan teman wanitanya. Ia tidak peka
kecemburuanku saat melihat gadis-gadis itu tertawa terpingkal oleh leluconnya,
karena aku merasa hanya aku yang boleh tertawa seperti itu. Hanya aku yang
boleh berpegangan pada lengan bajunya saat aku tidak sanggup tertawa lagi.
Hanya aku yang boleh menatapnya dengan takjub. Pokoknya hanya aku.
Awalnya aku
membicarakan ketidaksukaan ini padanya. Ia menanggapinya dengan baik. Ia
berjanji akan menjaga jarak, tapi tidak berjanji untuk menghindari mereka.
bagaimana pun mereka adalah teman-temannya. Aku setuju. Aku juga tidak
mengharapkan ia menjauhi teman-temannya, karena aku pun tidak akan mau menjauhi
teman laki-lakiku.
Tapi,
kecemburuan ini kembali meningkat menjadi dua level lebih besar dari
sebelumnya.
Seorang gadis
menaruh surat cinta untuk kekasihku di dalam lokernya.
“Sudah kubilang,
kau jangan terlalu dekat dengan mereka.” Pekikku dengan melemparkan surat yang
belum di buka itu ke arahnya.
“Aku tidak bisa
mencegah mereka menyukaiku atau tidak, kan?”
“Berarti kau
senang kalau banyak gadis yang menyukaimu? Kau tidak paham bagaimana
perasaanku?”
Pertikaian ini
berlangsung berhari-hari. Aku benci saat ia dengan tulus mencoba meminta maaf
padaku dan berjanji akan menjaga jarak lebih jauh dari teman wanitanya.
Dan pertengkaran
tidak bisa aku hindari, ketika lagi-lagi kejadian ini terulang. Ia ketahuan
membonceng gadis yang pernah mengiriminya surat. Sebenarnya, aku tidak bisa
menyebutnya ketahuan, karena sepuluh menit sebelum ia mengantar gadis itu, ia
sudah meminta izin dariku. Hanya saja aku tidak tahu, bahwa gadis itu adalah
gadis yang sama dengan gadis pengirim surat.
Aku luar biasa
marah. Aku memakinya dan menyumpahinya dengan segala kata-kata kasar padanya.
Aku sungguh kehilangan akal saat itu. dan malamnya aku menangis tersedu-sedu
hingga aku lupa kapan aku jatuh tertidur.
Kemarahanku
tidak ada artinya bagi Chandra, ia tetap dekat dengan sahabat-sahabat
wanitanya. Satu sisi aku tidak ingin melepasnya, karena aku begitu nyaman
dengannya. Di sisi lain, aku tidak tahan bagaimana ia mampu menjadi magnet bagi
wanita-wanita itu tanpa perlu ia menarik perhatian mereka. justru itulah yang
aku takutkan. Pesona yang tidak pernah ia sadari telah begitu membuat banyak
masalah di antara kami.
Saat
pertengkaran kami belum mendapatkan jalan tengah, salah satu mantanku
mengirimku pesan. Di susul dua hari kemudian, teman akrabku sejak SMA juga
mengirimiku pesan. Ada dua laki-laki dari masa lalu yang menghampiriku.
Menawariku persahabatan tanpa ada rasa dendam. Sebenarnya ini bukan gayaku,
melirik masa lalu demi mendapat kesenangan. Tapi sebuah ide terlintas di
kepalaku, kenapa aku tidak menggunakan cara yang sama seperti yang ia lakukan
kepadaku. Aku ingin memberinya pelajaran. Dengan mencoba memahami perasaanku.
Dan sejak hari
itu, aku tiga laki-laki yang selalu menemaniku.
Mantan, sahabat
lama, dan Chandra.
***
Aku tidak
menyembunyikan kalau aku sedang berkomunikasi dengan mantanku dan sahabatku,
sebut saja namanya Indra dan Bayu. Malah
aku membiarkan saja Chandra membaca pesan-pesanku. Tidak ada sarat
perselingkuhan di sana, tapi aku yakin ia bisa mencium keakraban yang tidak
biasa dari pesan-pesan itu.
“Kau ingin
bertemu dengan mantanmu, Indra?”
“Iya. Tapi tidak
sendiri. Aku mengajak Risma.”
Ia hanya ber-o
ria. Tidak memberi komentar apa-apa. Dan jujur saja aku sedikit kesal. Tapi aku
tetap teguh pada rencana ini.
Keesokan
harinya, aku makan siang di kantin bersama Bayu. Aku tidak ragu mengundang
Chandra di antara makan siang kami. Chandra sempat mengernyitkan dahinya
melihat kami makan berdua, dengan posisi saling berhadapan. Tapi karena aku
jujur mengatakan kepada Chandra bahwa kami makan siang di kantin kampus, ia
sepertinya tidak marah. Walaupun aku tahu ada percikan di matanya.
Di dalam hati,
aku yakin rencana ini akan berhasil.
Sedikit lagi.
Kali ketiga.
Kali keempat.
Dan kali kelima
aku masih terus sering berjumpa dengan Indra dan Bayu secara bergantian. Mereka
pun mulai berani main ke rumah. Mereka sepertinya pun tidak canggung mengetahui
statusku sebagai pacar Chandra.
Perubahan
drastis mulai tampak pada Chandra, ia mulai bersikap sama sepertiku ketika aku
cemburu setengah mati melihat keakrabannya dengan teman-teman wanitanya.
“Ini tidak
benar, Ru.”
“Apanya yang
tidak benar?”
“Ini..” ia
menunjukan semua chat history-ku dengan Indra dan Bayu. “Mereka mengirimu pesan
lebih banyak daripada aku mengirimu pesan.”
“Lalu apa
masalahmu? Kau pun tahu mereka adalah teman-temanku.”
“Bayu mungkin
memang temanmu, tapi Indra adalah mantanmu. Aku tidak suka kau berdekatan
dengannya.”
“kalau begitu
kau tidak keberatan kalau aku dekat dengan Bayu?”
Dia terdiam.
“Aku anggap
sebagai jawaban iya.” putusku saat itu. Dan diskusi kami selesai.
Rupanya, Chandra
mulai menunjukan ketidaksukaanya terhadap Bayu. Ia jelas-jelas merorongku
dengan pertanyaan khas lelaki yang cemburu. Aku senang dan bahagia, menyadari
tinggal menunggu waktu sampai aku bisa membuatnya skak-mat dengan perlakuan
yang sama ia lakukan padaku.
“Kita harus
bicara serius tentang ini.” ia menarikku ke belakang kampus. Ada halaman yang
cukup luas di sini. Dengan taman sederhana dan bangku beton yang sederhana
pula. Pantas saja, tidak ada mahasiswa yang mau duduk di sini.
“Bayu menunjukan
ketidakwajaran dalam setiap pesan yang ia kirim padamu.”
Aku tertawa
dalam hati, ini dia yang aku tunggu.
“Aku tidak
melihat ketidakwajaran yang kau maksud.”
Aku pikir ia
akan meminta ponselku dan memerika chat history Bayu, tapi ternyata tidak. Ia mengeluarkan
ponselnya dan membuka salah satu akun sosial media miliknya. Chandra bukan tipe
yang aktif di sosial media, merupakan keanehan kalau sampai ia punya akun salah
satu sosmed.
Ia membuka
profil Bayu, dan menunjukan status-status yang menjadi kemarahan Chandra.
Aku yang membaca
status tersebut sampai menganga tidak percaya.
Bayu menyukaiku.
Bayu bahkan
mencintaiku.
Status yang
bertuliskan, “Kau bukanlah milikku, tapi izinkan aku mencintaimu, Rury.”
“Aku tidak tahu
ia mencintaiku.” Balasku dengan sengit. Mengembalikan ponsel Chandra dengan
gaya tidak peduli. Padahal jantungku berdebar kencang. Permainan yang aku mulai
tidak terkendali. Aku tidak menginginkan siapapun jatuh cinta kepadaku.
Seharusnya Bayu sadar itu.
“Tapi aku tahu.
Dan aku tidak tahan melihatmu berkeliaran dengan laki-laki yang jelas
mencintaimu.”
“Coba dengarkan
kalimat yang baru saja keluar dari mulutmu itu, apakah kau pernah mendengar
kalimat yang serupa dari bibirku?”
Chandra terdiam.
Ia tersentak kaget dengan balasan kalimatku.
“Oh, aku tahu.
Ini balas dendam kan? Ini caramu membalas sakit hatimu?”
“Lalu kau minta
aku bagaimana? Peringatan dan perkataanku tentang betapa tidak sukanya aku
melihatmu berdekatan dengan teman-teman wanitamu, kau abaikan.”
“Aku tidak bisa
mencegah mereka jatuh cinta padaku.”
Aku berjalan
maju dan berjinjit, hingga wajahku dan wajah Chandra hanya di pisahkan oleh
hidung kami.
“Aku juga tidak
bisa mencegah Bayu ataupun Indra mencintaiku.” Suaraku bergetar karena marah.
***
Kami bersikap
dewasa hanya dalam beberapa hari. Setelah pertengkaran besar-besaran di halaman
belakang kampus, Chandra berubah dengan sendirinya. Ia banyak menghindari
teman-teman wanitanya, kecuali kalau mereka sedang ramai-ramai berkumpul. Ia
juga membatasi percakapan dengan teman-teman wanitanya, baik itu melalui pesan
singkat ataupun langsung. Dan menurutku itu sangat manis.
Makin lama
hubungan kami membaik dan kami kembali seperti biasa. Tanpa perlu Chandra
minta, aku juga membalas perlakuan Chandra dengan membatasi hubunganku dengan
Bayu dan Indra. Chat history-ku dengan mereka tidak pernah aku hapus, untuk
membuktikan ucapanku benar. Dan sebagai bukti aku tidak menyembunyikan apa-apa
darinya. Dari hubungan kami yang makin serius ini.
Aku dan Chandra
sedang berjalan di Mall. Merayakan hari jadi kami yang genap setahun. Aku
memutuskan memilih makanan siap saji. Aku sedang tidak ingin disibukan dengan
pikiran harus memilih menu untuk makan siang. Biarkan paket menu KFC yang akan
membantu perutku kenyang.
Saat Chandra
sedang memesan makanan, aku duduk di pojok ruangan. Aku mengeluarkan ponselku
dan mengecek pesan singkat yang masuk.
“sedang apa?”
“Makan siang di
KFC.”
“Bersama
Chandra.”
“Iya ^^”
“Sayang sekali,
padahal aku ingin mengajakmu makan di kafe baru dekat rumahku.”
“Kalau begitu,
besok siang pukul dua. Bagaimana?”
“Oke.”
Chandra selesai
lebih cepat dari dugaanku. Ia membawa nampan yang kelihatan berat. Buru-buru
aku menekan end chat pada settingan
pesanku.
“Pesan dari
siapa?” Tanya Chandra saat menatapku yang sedang memegang ponsel.
Confirm to clear chat history with Rudi?
“Ah tidak. Aku
sedang membuka facebook.”
Buru-buru aku
tekan Yes.
Chandra hanya
mengangguk mengerti. Ia sepertinya tidak curiga kalau aku sudah berhubungan
dengan Rudi dua minggu terakhir. Minggu dimana aku dan Chandra saling berdiam
diri membenahi kesalahan masing-masing.
Thanks buat
Rudi.
Sekarang aku
punya pelampiasan emosi ketika aku sedang marah dengan Chandra.
Kalian tahu
kenapa? Karena aku tidak pernah sekalipun cemburu lagi ketika Chandra
berdekatan dengan wanita-wanita itu.
Dan Rudi adalah
alasan tepat kenapa aku mempertahankan perasaan ini. Perasaan balas dendam yang
begitu manis.
Aku lebih suka
menyebutnya karma cinta.
Kalau tidak suka
melihat kekasihmu bersama orang lain, maka dengarkan keluhannya. Atau ia akan
berbuat hal yang sama denganmu.
***
END
"Selamat siang Bos 😃
BalasHapusMohon maaf mengganggu bos ,
apa kabar nih bos kami dari Agen365
buruan gabung bersama kami,aman dan terpercaya
ayuk... daftar, main dan menangkan
Silahkan di add contact kami ya bos :)
Line : agen365
WA : +85587781483
Wechat : agen365
terimakasih bos ditunggu loh bos kedatangannya di web kami kembali bos :)"